CIREBON
Belum pernah ke Cirebon? kalau belum ga apa-apa, saya juga baru pertama kali mengunjungi Kota Udang alias Kota Cirebon. Padahal kalau pulang ke Jawa Timur sering lewat, dan ini kali pertama saya benar-benar "pergi" ke Cirebon.
Perjalanan dari Jakarta ke Cirebon melalui perjalanan darat ditempuh sekitar 6-8 jam tergantung kondisi lalu lintas. Kebetulan perjalanan kali ini bersama rombongan keluarga besar istri saya, menggunakan mobil setara "ELF", lumayan bisa mengangkut 12 orang. Berangkat jam 7 pagi, sampai sana sudah lewat makan siang. Langsung saja kami menuju hotel Sidodadi di seputaran jalan Siliwangi. Lumayan juga hotel ini, kelihatannya hotel tua yang direnovasi. Tarifnya? ga tau... hahahaha, lha saya ini model orang males, pokoknya ikut aja ga mau tau urusan tetek bengek masalah harga hotel dan lain-lain (kelihatan banget cueknya, tidak ada semangat traveller sama sekali. hahahaha...).
Makam Sunan Gunung Jati
Sudah sore di Cirebon, kami memutuskan untuk menghabiskan sabtu sore ini dengan berkeliling ke saja di seputara kota. Pertama-tama kami pergi menuju wisata ziarah Makam Sunan Gunung Jati. Karena mungkin bukan hari besar agama, atau mungkin karena sudah sore nampaknya tidak terlalu ramai. Begitu memasuki lapangan parkirnya, saya kok jadi kurang terkesan dan malas untuk turun dari kendaraan dan males juga ngambil-ngambil foto. Sebelum rombongan turun ke area utama wisata, sang sopir mewanti-wanti untuk berhat-hati (?). Yup, hati-hati dengan pengemis dan (maaf) tukang copet.. waduh... malah ga kepingin turun! Sayang sekali, tempat wisata dengan potensi kunjungan wisatawan lokal sebesar ini mestinya harus dibuat berkesan positif.
Saya kira ada banyak ke-istimewa-an didalam sana (terutama bagi wisatawan religi), yang mana wali-wali di jawa termasuk Sunan Gunung Jati adalah pelopor masuknya dan diterimanya Islam di tanah Jawa. Mestinya obyek wisata macam ini bisa menjadi pintu perenungan bagi pengunjung, lha ga tau kenapa mau masuk saja rasanya kok segan, gimana mau merenung?...
Wisata Pantai
bener-bener apa adanya.. males! |
Papan penunjuk, apa adanya.. |
Terus terang begitu melihat kondisi yang apa adanya, lagi-lagi saya malas turun. dan mencoba mencari pemandangan lain disekitar pantai. kebetulan ketika memasuki pantai, saya melihat ada banyak kapal nelayan tradisonal bersandar di dermaga. Ya saya lebih senang lihat aktivitas pelabuhan daripada ke pantai tadi.
Kapal Nelayan |
pemberat jaring? |
Keraton Kasepuhan
Gerbang Keraton |
pasar kaget didepan Keraton |
Pake semen apa ya? |
Simbol ketinggian budaya nusantara |
Kompleks keraton cukup luas, terbayang kemegahannya dimasa silam. Pastinya kehidupan religi di Cirebon cukup kuat. Sepertinya merupakan salah satu pusat penyebaran Islam, dengan adanya kerjasama dengan pedagang dan kerajaan Arab pada masa lalu.
Hal tersebut menurut saya bisa dijelaskan dengan adanya masjid di dalam kompleks keraton, bentuknya terbuka seperti joglo atau pendopo. kondisi masih prima, bersih dan rapi.
Singkat cerita, kami mengelilingi Keraton dengan ditemani pemandu yang sabar menjelaskan satu persatu obyek dalam keraton. Cuman saya aja yang kurang sabar mendengarkan cerita beliau, sibuk foto-foto ga jelas..
Trusmi! It works!...
Motif Mega Mendung |
Karena waktu yang terbatas, kami memutuskan untuk menyudahi tour kami di Keraton Kasepuhan Cirebon. Untuk mengisi waktu sebelum istirahat di Hotel, kami memutuskan untuk mengunjungi Pusat Grosir Batik Trusmi yang terkenal itu. Outlet batik Trusmi ini lumayan besar, ada juga foodcourt disebelahnya (sayangnya not recommend for culinary enthusiast. Hanya untuk ganjal perut sekedarnya saja...). Disediakan juga Musholla dan toilet di belakang outlet. Parkirnya cukup luas dan nyaman. Batik Trusmi tentunya sudah tidak asing lagi di telinga penggemar batik, warna yang cenderung cerah cocok dengan karakter masyarakat pesisir yang apa adanya (sok teuuu.. hehehe). Motif yang cukup terkenal adalah motif Mega Mendung, yakni gambaran awan berarak. Motif dan warna batik Trusmi yang cerah cocok buat kawan-kawan yang berjiwa muda dan ceria,
Dinner Time....
Yah apalagi? jalan-jalan ga lengkap tanpa makan-makan!
Yang akrab dengan Cirebon, pastinya akrab juga sama Sega Jamblang alias Nasi Jamblang, Empal Gentong, Mie Koclok, Bebek Kuali dan macam-macam makanan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Sayangnya karena ruang gerak terbatas dan tentunya waktu juga sudah mulai malam, kami hanya bisa mencoba Nasi Jamblang dan Empal Gentong sahaja... Nasi Jamblang ini mirip nasi rames, sekepal nasi di atas daun jati dengan macam-macam lauk (sambal goreng, tahu sayur, paru-paru (pusu), semur hati atau daging, perkedel, sate kentang, telur dadar/telur goreng, telur masak sambal goreng, semur ikan, ikan asin, tahu dan tempe) yang disajikan prasmanan . Ini sebenarnya konsepnya mirip fastfood a'la Indonesia, merk-nya pun macam-macam ada nasi jamblang Mang Dul, Ibu Nur, Putra Pa' Gendut, dan lain-lain. Masalah rasa, terserah selera pembaca. Tapi tolong pastikan nasi jamblang anda produksi dalam negeri, karena saya curiga Amerika mulai masuk persaingan nasi Jamblang dengan merek dagang Mang Donal dan Kang FC. hehehe.. Nasi Jamblang juga punya banyak cerita, dari asal-usul nama Nasi Jamblang, cara penyajian hingga bungkus daun jati yang unik.
"...Nyai Pulung ( Ny. Tan Piauw Lun ) yang pertama kali menjual Nasi Jamblang pada tahun 1907 M. Ada salah satu shohibul hikayat bahwa penjual Nasi Jamblang berjualan dibawah pohon Jamblang ( Duwet; orang Cirebon mengatakan ), namun juga lokasi dimana Ny. Pulung berjualan Nasi Jamblang tersebut betul-betul di daerah Jamblang, yaitu sebelah barat toko Cengkang atau sebelah utara jalan raya Jamblang yang sekarang masuk Desa Jamblang Kecamatan Jamblang Kabupaten Cirebon."
Sedangkan Empal Gentong, rasa dan penampilannya mirip soto betawi, potongan empal/daging dengan kuah santan yang gurih. Bisa pakai nasi atau pakai lontong juga boleh yang ga boleh itu pakai pegang tangan sama yang punya rumah makan. Rasanya? Enak.. Gambarnya mana? Lupa :D (ini kayaknya penyakit stupid tourist-nya kumat, kalau makanan sudah tersaji pasti lupa ngambil kamera. Langsung tancap gas sampai tandas...). Nama empal gentong sendiri memang identik dengan cara memasaknya yang menggunakan kuali atau gentong. Memasaknya juga ga main-main, butuh waktu lebih dari 10 jam! Memakannya hanya butuh waktu kurang dari 10 menit (ga nanya ya bro?...). Sedangkan sebutan empal ternyata bukan dendeng atau empal yang saya bayangkan. Istilah empal bagi masyarakat cirebon merujuk ke gulai. Ooo... Pantesan mirip soto.. hehehe. Kalau mau panjang lebar tentang Empal Gentong bisa dibaca disini ya mas bro dan mbak sist...
Okelah pembaca, kalau sudah ditutup dengan Dinner, tentunya ditutup juga warungnya. Karena besok akan melanjutkan perjalanan ke Brass Regency alias Kabupaten Kuningan.
See you on the next journey, have a great day every body...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar